Saturday, September 20, 2014

Hal yang paling sedih adalah ketika... kamu pergi; itu saja.

Karena seharusnya, saat itu kamu bisa memilih tinggal dan menjadi tak perlu kehilangan saya di hari ini. Hati saya berkali-kali bilang; saya selalu berusaha ada untukmu. Seberapa pun berat hari yang harus saya lalui dan mencoba memahamimu. Karena mungkin saya memang tengah sangat menyayangimu.

Untuk seseorang yang pernah saya sayangi dan pernah saya paksakan untuk tidak lagi saya sayangi lebih dari rasa sayang kepada seorang teman. Saya pernah menangisinya, karena memaksakan diri saya untuk berhenti menyapanya dalam kurun waktu yang ketika itu tidak bisa saya pastikan sampai kapan. Mungkin karena saya merasa begitu marah. Bukan, bukan padanya. Saya begitu marah pada diri saya sendiri saat itu.

Perempuan ini, hanya tengah menghukum dirinya sendiri.

Saya selalu saja patah hati dengan cara saya sendiri. Saya memang tidak pernah mampu merengek atau mengumpat, atau bahkan berlagak membenci orang yang tengah saya sayangi.  Saya masih punya Tuhan, dan saya tahu Dia sanggup menerima keluhan apa pun dari saya, setidaknya 5 waktu dalam sehari. Persoalan saya hanyalah; saya terlalu menyayanginya, dan saya hanya harus berhenti ‘terlalu’ menyayanginya. Walau kenyataannya hal itu bukanlah sekedar sebuah ‘hanya’.

Dan kecewa padanya, bukan berarti lantas saya harus menghapusnya dari hidup saya. Saya tidak se-kanak-kanakan itu. Tidak ada manusia yang dengan kesalahannya pantas untuk dihapus dari hidup seseorang. Itu namanya, lari dari kenyataan. Saya hanya harus; mengubah porsi rasa sayang saya padanya. Dari kadar ‘sangat’ menjadi kadar ‘cukup’. Dan jelas saja itu bukanlah hal yang sederhana. Hidup saya sangat melelahkan. Saya menangis dua kali lipat. Ah, banyak sekali hal yang saya tangisi.

Saya hanya tahu, segala yang terjadi pasti
memberi begitu banyak pelajaran. Entah bagian yang bahagia, entah bagian yang menyakitkannya. Entah yang pergi meninggalkan, entah yang memilih berhenti menyayangi. Entah yang dilukai, entah yang tak sengaja melukai. Saya rasa, tidak ada manusia yang begitu saja sengaja melukai perasaan orang lain. Terkadang, kita melakukan hal-hal yang ada di luar kendali kita. Karena memang kita tidak bisa mengendalikan bagaimana hati seseorang akan merasa atas apa yang kita lakukan padanya. Saya mungkin sudah begitu banyak menyakiti perasaan pria lain dengan tingkah saya yang rumit dan gengsian. Saya pun mungkin sudah begitu banyak menyakiti perasaan pria lain dengan memilih diam dan pergi.

Saya menyayangimu. Saya pun tetap bisa mendapatkan pria yang lebih baik, tapi saya hanya ingin disayangi olehmu saja. Saya pun tentu bisa hidup walau tak ada kamu, tapi hidup yang saya inginkan adalah hidup bersamamu— bukan dengan yang lain. Pemikiran tentang seberapa hebat kita mampu bertahan tanpa seseorang yang sedang kita sayangi seharusnya tak perlu terlintas saat kamu menyayangi seseorang dengan setulus hati. Kecuali, kamu memang merencanakan untuk pergi darinya.

Dan apakah kehilangan ini salahmu? Tentu saja tidak. Saya lah yang bertanggung jawab penuh atas kedatangan dan kehilangan yang terjadi dalam hidup saya. Seperti yang sudah-sudah.

No comments: